GETPOST.ID, Jakarta– Judi online masih menjadi ancaman serius, baik bagi kehidupan pribadi hingga memperlambat laju inklusi keuangan. Ancaman tersebut mendorong berbagai pihak, termasuk industri perfilman dan teknologi keuangan seperti DANA, untuk berkolaborasi mengambil peran aktif. Film komedi edukatif bertajuk Agen+62 yang disutradarai oleh Dinna Jasanti ini menjadi medium baru bagi keduanya untuk kembali menyuarakan bahaya judi online, dengan pendekatan yang lebih ringan untuk masyarakat.
Pentingnya isu sosial dan aksi kolaboratif yang diangkat dalam film ini, dibahas lebih mendalam melalui talkshow ‘Kolaborasi Lawan Judi Online – Perspektif Film dan Teknologi.’ Acara ini menghadirkan dialog antar pelaku industri film, pemerintah, dan sektor teknologi keuangan. Hadir sebagai narasumber adalah Orchida Ramadhania (Produser Film Agen+62 ) , Rieke Diah Pitaloka (Pemeran Utama Film Agen+62 ) , Teguh Arifiyadi (Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Digital) , serta Olavina Harahap (Direktur Komunikasi DANA Indonesia).
Pendekatan kreatif dan inovatif, cara edukasi baru berantas judi online
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa pada kuartal pertama 2025 ada lebih dari 11 juta pemain judi online di Indonesia. Modus penipuan dan transaksi ilegal terus bertransformasi, menyusup ke berbagai platform digital, dan menyasar anak muda sebagai target utama. Itulah alasannya, film Agen+62 dikemas dengan pendekatan komedi untuk menjangkau anak muda yang cenderung rentan terpapar judi online.
“Kami memilih genre komedi aksi karena humor dan komedi itu bentuk resiliensi orang Indonesia, simbol kekuatan kita sebagai bangsa. Justru lewat cara itu, kita bisa membicarakan hal-hal yang sulit,” jelas Orchida Ramadhania, Produser Film Agen+62, film ini tayang di bioskop mulai 3 Juli 2025.
Rieke Diah Pitaloka, Pemeran Utama Film Agen+62 , yang menuturkan bahwa penggunaan pendekatan komedi sengaja dilakukan untuk menyampaikan pesan yang lebih mengena dan bisa diterima semua kalangan. “Saya selalu berkeyakinan seni adalah cara terbaik untuk membangun kesadaran. Membangun kesadaran ini dengan melibatkan orang di dalamnya tanpa harus meneriakinya. Dalam pengaruh menanggapi isu ini, kalau hanya mengandalkan satu sampai dua institusi negara rasanya tidak mungkin. Cara terbaik adalah dengan menggerakkan semua pihak, termasuk lembaga keuangan, perbankan, atau seperti DANA ini.”
Olavina Harahap, Director of Communications DANA Indonesia menyampaikan, “Selama ini, kami berupaya memberantas judi online melalui penutupan, pelaporan, dan edukasi. Upaya ini kami lakukan dengan bersinergi bersama pemerintah, regulator, tokoh masyarakat, dan kini industri perfilman. Kami percaya dibutuhkan pendekatan baru untuk mengingatkan masyarakat bahwa judi online adalah penipuan yang mengancam kesejahteraan finansial. Lewat film ini, semoga masyarakat lebih melek digital, waspada, dan siap menjadi agen perubahan untuk menciptakan ruang digital Indonesia yang bersih dan aman.”
Dalam mengedukasi pengguna, DANA juga mengembangkan teknologi inovasi yang aman sebagai bentuk pelindung pengguna. Dalam fitur DANA Protection misalnya, pengguna dapat memanfaatkan Scam Checker yang terhubung dengan Aduan Nomor Komdigi untuk memeriksa nomor hingga tautan mencurigakan. Yang terbaru, DANA juga menghadirkan teknologi Smart Friction untuk tingkatkan kewaspadaan sekaligus sebagai rekomendasi lapisan keamanan. Teknologi ini bisa menjadi langkah pencegahan bagi pengguna yang hendak mengirimkan uang ke nomor yang terindikasi penipuan.
Inovasi DANA terbukti berdampak, dengan lebih dari 6 juta pengguna mengakses DANA Protection setiap bulannya dan lebih dari 60 ribu pencarian nomor mencurigakan melalui Scam Checker. Patroli siber untuk mendeteksi dan melaporkan situs ilegal yang mencatut DANA juga dilakukan. Pada tahun 2025, terdapat lebih dari 8 ribu perjudian konten yang DANA laporkan ke Komdigi.
Pentingnya kolaborasi lintas industri
Berbagai upaya yang telah dilakukan lintas sektor ini turut diapresiasi oleh Teguh Arifiyadi, Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Digital. Beliau menekankan bahwa judi online adalah tantangan sosiokultural.
“Pergerakan situs judi online ini masif, lima tahun terakhir sebelum 2023, jumlah situs judi online yang diblokir itu sekitar 800 ribu per tahun. Sekarang, dalam setahun bisa di atas tiga juta. Uniknya, bagi para pemain judi, mereka tidak merasa menjadi korban. Maka, kuncinya adalah pada kesadaran penggunanya. Mau berjuta-juta situs atau aplikasi yang diblokir, jika tidak ada kesadaran kolektif dari penggunanya, maka tidak akan bisa terselesaikan isu ini. Kesadaran dimulai dari pendidikan, misalnya, menonton film ini, lalu kemudian tergerak kesadarannya. Kebutuhan akan regulasi terkait judi online ini pun menjadi urgensi yang harus dilakukan secara komprehensif dan cepat. Penanganan judi online ini tidak hanya tanggung jawab satu pihak, tapi jadi kerja bersama kita semua,” jelasnya.
Seluruh upaya kolektif lintas sektor tersebut, menunjukkan gentingnya pemberantasan judi online secara masif dan kolektif. Upaya bersama ini fondasi menjadi penting dalam membangun literasi digital yang tangguh dan menjaga kesejahteraan finansial masyarakat dari bahaya judi online yang terus berkembang.


