GETPOST.ID, Jakarta – Komunitas Aksara Tradisi dari Indonesia dan komunitas Aksara Arab Pegon serta Jawa di Suriname menggelar Forum Group Discussion (FGD) Tahap I, akhir pekan lalu (1/11).
Pertemuan ini difasilitasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paramaribo, menandai upaya bersama menominasikan aksara tradisi kedua bangsa sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO.
FGD ini digelar dalam format hibrida. Para pegiat budaya di Indonesia bergabung pada pukul 20.00 WIB melalui platform Zoom, sementara partisipan di Suriname hadir secara langsung bersama Duta Besar Indonesia untuk Suriname Agus Priyono di KBRI Paramaribo, Van Brusellaan jam 10.00 waktu setempat.
Fokus utama diskusi adalah menyusun naskah nominasi bersama (joint nomination) yang kuat untuk diajukan ke UNESCO. Indonesia akan mengusung tradisi baca-tulis seluruh aksara warisan leluhur nusantara yang masih eksis dan dipraktikan di berbagai kesempatan.
Sedangkan Suriname akan mengusung aksara Arab Pegon dan Jawa (Hanacaraka), yang dibawa leluhur mereka dari Pulau Jawa ke Suriname pada akhir abad ke-19. Ini cerminan hidup dari diaspora budaya dan identitas yang bertahan melintasi generasi dan geografi.
”Kolaborasi antara komunitas di Indonesia dan Suriname merupakan langkah strategis sangat penting. Ini bukan hanya tentang warisan aksara, tapi juga memperkuat ikatan sejarah dan budaya antara dua negara, menjadikan bukti nyata dari Warisan Budaya Takbenda yang hidup dan lestari,” ujar Agus Priyono dalam sambutannya.
FGD membahas beberapa agenda utama, antara lain:
- Definisi dan Signifikansi, penguatan definisi “Praktik Menulis Aksara Tradisional” termasuk aksara Arab Pegon dan Jawa (Hanacaraka) sebagai praktik budaya dan identitas berkelanjutan di Suriname.
- Pembagian Peran, penentuan peran dan kontribusi masing-masing komunitas dan lembaga dalam pengumpulan data historis, dokumentasi, dan bukti lisan.
- Strategi Konservasi, diskusi mengenai program pelestarian, pengajaran, dan regenerasi pengguna aksara di kedua negara pascanominasi.
Partisipasi aktif dari para undangan dan pakar di bidang aksara dan warisan budaya, diharapkan dapat menghasilkan rumusan draf awal yang komprehensif dan solid.
Kesuksesan FGD ini memberikan momentum baru upaya pengajuan Warisan Budaya Takbenda. Kolaborasi erat antara komunitas Indonesia dan Suriname menjadi model pola diaspora dapat menjadi kekuatan pendorong dalam pelestarian budaya global. Hasil diskusi ini akan ditindaklanjuti dengan pembentukan tim teknis gabungan untuk finalisasi naskah nominasi.


