GETPOST.ID, Jakarta – Seni dan budaya Betawi terbukti dapat go international, jika dikelola secara profesional dan dikemas dengan baik. Menyambut Jakarta sebagai kota global, budaya Betawi perlu beradaptasi dan berkembang, meski banyak yang harus dibenahi.
Duta Besar RI untuk Ekuador periode 2017-2020 Diennaryati Tjokrosuprihatono yang juga cucu pahlawan nasional Mohammad Husni Thamrin (MHT) mengungkapkan hal tersebut, dalam sarasehan di rangkaian ulang tahun ke-24 Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (14/9).
Para narasumber di sarasehan itu adalah Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Beky Mardani dan dosen Institut Sains dan Teknologi Nasioal (ISTN) Daisy Radnawati, dengan moderator wartawan senior Lahyanto Nadie.
Dienny menceritakan, ketika mengadakan halal bihalal bersama masyarakat Indonesia dan umat muslim Ekuador, ia menampilkan budaya Betawi dengan mengundang sejumlah pejabat pemerintah Ekuador, pebisnis, seniman, perwakilan sahabat muslim Ekuador serta chef ternama Ekuador.
“Hidangan khas yang disiapkan pun kuliner Betawi, karena saya orang Betawi sehingga setiap aktivitas kehidupan mengamalkan nilai-nilai Budaya Betawi,” kata Sekretaris Universitas Pancasila tersebut.
Menurutnya, Setu Babakan mesti banyak menggelar event-event internasional untuk mengembangkan seni-budaya Betawi dengan mengundang komunitas masyarakat internasional di Jakarta.
“Misalnya di setunya, kita bikin fine dining dengan menu kuliner Betawi dengan iringan simfoni, pasti indah ya,” ungkapnya.
Ikuti Tren
Ketua LKB Beky Mardani mengatakan, upaya pelestarian budaya Betawi pengemasannya harus mengikuti tren dan perkembangan teknologi mutakhir, termasuk kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), sambil memaksimalkan peran media sosial yang menjadi pusat rujukan generasi masa kini. Tanpa menghilangkan esensi nilai-nilai yang melekat pada kebudayaan Betawi.
”Kampung Betawi ini memiliki empat fungsi; pelestarian, pembinaan, pemanfaatan, dan pengembangan budaya Betawi. Hari ini kita syukuri, sambil terus dibenahi, ” ungkap H Beky.
Perkampungan Betawi Setu Babakan, lanjut Beky, kini menjadi tempat studi budaya bagi mahasiswa yang berkampus di sekitarnya, seperti Universitas Pancasila, UI, ISTN, dan sebagainya. “Dari penelitian, 72% yang datang untuk wisata budaya, selain kunjungan para pelajar. Di sini bisa dilihat, prototipe rumah Betawi pinggir, tengah dan pesisir, ada lengkap, ” ujarnya.
Merujuk pada gagasan pembangunannya, Kampung Betawi di Setu Babakan tak cuma menjadi lokasi wisata budaya, melainkan juga edukasi pengembangan budaya. Dengan luas lahan 289 hektare, terdiri daratan dan air (setu) yang menyatu dengan pemukiman warga, Kampung Budaya Betawi memiliki kelebihan dan kekurangan.
“Kami berharap agar warga di sekitar ini juga merasa memiliki kampung Betawi ini dan mendapat manfaat dari keberadaan kampung budaya ini, ” katanya.
Merespons perkembangan terkini, setelah Jakarta tak lagi menjadi ibukota, Kampung Betawi dan Setu Babakan siap menjadi ikon global, dengan menawarkan gagasan; menyelenggarakan festival budaya sebagai agenda tahunan, meningkatkan diplomasi budaya dan kolaborasi dengan seniman internasional dan terus ‘branding’ masyarakat Betawi sebagai masyarakat terbuka dan kaya keberagaman.
Menyadari perkembangan teknologi informasi yang efektif dan fungsional, Beky berharap Situs Perkambungan Betawi juga bisa dihadirkan secara virtual, ”Supaya bisa dilihat oleh mereka yang tidak bisa datang ke sini. Ada semacam tour virtual budaya Betawi, ” katanya. ”Sarana ada, pelaku ada . Tinggal action,” pungkas dia.
Modifikasi Elemen Betawi
Daisy Radnawati, pakar arsitektur lanskap dari ISTN, menambahkan terjadi disrupsi luar biasa dalam perkembangan budaya, tak hanya Betawi, melainkan juga seluruh budaya tradisional di dunia.
Wakil Rektor ISTN ini menyebut tantangan semua pihak terkait, bagaimana menjaga keseimbangan modernisasi dan tradisi.
“Saya dibesarkan di Betawi. Lahir dan besar di wilayah Betawi. Dulu ada tradisi warga bareng ke musala. Sekarang, warga jalan bareng masih ada, tapi sudah bukan ke musala, ” kenangnya.
Daisy mengaku telah membuat buku Peran Batik dalam Pelestarian Budaya dan menawarkan desain yang menghadirkan elemen budaya Betawi di berbagai perabotan rumah, sebagai karya kreasi dan modifikasi, tanpa melanggar nilai budaya dan simbol sakral di dalamnya.