GETPOST.ID, Jakarta – Boikot terhadap produk-produk yang dinilai terafiliasi Israel ternyata berdampak signifikan terutama di produk Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang dipasarkan secara daring (e-commerce). Sejak akhir Mei lalu, kampanye digital “All Eyes on Rafah” memicu gelombang boikot terhadap produk-produk terkait Israel.
Berdasarkan riset Compas.co.id semester I tahun ini, boikot ini mengubah peta persaingan antara merek global dan lokal di Indonesia, terutama kategori perawatan dan kecantikan. Riset ini menganalisis 150 top beauty brands berdasarkan nilai penjualan di platform Shopee, Tokopedia, dan Blibli periode Januari 2022 hingga Juni 2024.
Sampelnya mewakili lebih 60% total omzet kategori perawatan dan kecantikan.
“Gerakan boikot bermula pada Oktober 2023 berdampak signifikan bagi pertumbuhan brand lokal di kategori perawatan & kecantikan. Data Compas.co.id menunjukkan, enam dari sepuluh brand dengan nilai penjualan tertinggi di e-commerce pada semester I adalah brand lokal. Ini menandai ada pergeseran dibandingkan tahun sebelumnya, yang mana brand global dan lokal sama-sama menduduki lima besar”, ungkap Hanindia Narendrata, Co-founder & CEO Compas.co.id, dalam siaran persnya, Selasa (10/9).
Menurutnya, semester I 2024 nilai penjualan brand lokal yang berada di jajaran Top 150 juga berhasil melampaui brand global, mencapai Rp 5,01 triliun atau terpaut sekitar Rp 400 miliar dari brand global yang berada di angka Rp 4,62 triliun.
Ini bukan kali pertama nilai penjualan brand lokal lebih tinggi daripada global, sebab pada 2022 nilai penjualan brand lokal juga lebih tinggi dibandingkan global. Pada semester I nilai penjualan brand lokal mencapai Rp 3,38 triliun dan global Rp 2,55 triliun. Hal serupa juga terjadi pada semester II, yang mana nilai penjualan brand lokal mencapai Rp 3,6 triliun, sedangkan brand global Rp 3,2 triliun.
Gerakan Boikot Picu Apa?
Peningkatan nilai penjualan brand lokal ini bukan tanpa sebab. Ini dampak dari serangkaian aktivitas yang terjadi di pasar offline, yang mempengaruhi pasar online. Gerakan boikot merupakan aktivitas yang cukup memberikan dampak pada peta persaingan pasar lokal dan global.
Pasalnya kampanye ini yang bermula pada Oktober 2023, ini menekan penjualan brand global di pasar offline yang berimbas ke online. Mulai dari imbauan sampai larangan penggunaan brand yang disinyalir terafiliasi dengan Israel. Berdasarkan kejadian ini, menurut penelitian Compas.co.id, ada indikasi konsumen beralih dari menggunakan brand global ke lokal.
Berdasarkan data live dashboard Compas.co.id periode 19 Mei – 15 Juni 2024 di Shopee dan Tokopedia, brand global dari subkategori pelembab mengalami penurunan signifikan.
Dalam jangka waktu 2 minggu pasca ‘All Eyes on Rafah’ dan kembali marak gerakan boikot, nilai penjualan brand global turun hingga Rp 95 juta, sedangkan brand lokal justru meningkat hingga Rp 456 juta.
Pada sektor FMCG boikot juga terjadi pada kategori makanan & minuman, serta ibu & bayi. Jika dibandingkan ketiga kategori lainnya, kesehatan menjadi kategori yang paling sedikit terpengaruh boikot.
“Saat ini konsumen di Indonesia semakin teliti memilih produk yang sesuai dengan nilai-nilai yang sejalan dengan mereka. Gerakan ini membuka peluang bagi brand lokal untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Sebaliknya, brand global ini menjadi tantangan untuk mempertahankan performa positif seperti tahun lalu,” papar Narendrata.
Pangsa Pasar TikTok Shop Melesat
Kita bicara tentang TikTok Shop. Pasalnya, setelah kembali buka, sejak awal tahun, penjualan TikTok Shop langsung meroket. Menurut data Compas.co.id semester I, TikTok Shop meraih pangsa pasar 18,6% senilai Rp 8,9 triliun, atau menduduki peringkat kedua di sektor FMCG.
Penjualan TikTok Shop tumbuh, karena fitur interaktif yang memfasilitasi seller untuk mempromosikan produknya melalui live shopping dan penawaran penjualan secara eksklusif.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan Tokopedia, yang tiga semester terakhir nilai penjualannya secara konsisten menurun. Bahkan setelah diakuisisi Bytedance (TikTok) pada awal Januari 2024, tren nilai penjualan Tokopedia masih menurun hingga semester ini.
Dari sisi lain, Shopee masih menjadi pilihan utama konsumen e-commerce FMCG di Indonesia dan tren nilai penjualannya masih terus meningkat pada tiga semester terakhir.
“Kami melihat pasar FMCG di e-commerce terus berkembang setiap tahun. Oleh karena itu, kami ingin membantu para pelaku bisnis FMCG di e-commerce menggunakan data sebagai landasan pengambilan keputusan bisnis, dan membuat pasar e-commerce di Indonesia makin berkembang,” pungkas Narendrata.