Penulis : Murodi al-Batawi
GETPOST.ID, Jakarta – Sebentar lagi kita umat Islam di seluruh dunia akan memasuki Tahun Baru Hijriyah 1446 H. Biasanya, dalam perayaan Tahun Baru Hijriyah ini dirayakan berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi.
Pada pergantian Tahun Baru Masehi selalu dirayakan penuh meriah, yang dpersiapkan lama dengan rencana dan anggaran cukup besar. Namun, saat acara pergantian Tahun Baru Hijriyah, dirayakan dengan sederhana oleh umat Islsm di seluruh dunia. Kedatangan awal tahun hijriyah selalu diperingati dengan kegiatan talim di masjid dan musala atau kegiatan santunan sosial.
Dalam perhitungan kalender Islam, Qamariyah atau Lunar System, Muharam adalah bulan pertama dalam tradisi penanggalan. Bulan ini juga sering disebut sebagai Tahun Baru Hijriyah. Penentuan dan penetapan Tahun Baru Hijriyah yang menggunakan pendekatan Bulan (Qamariyah) atau Lunar system, dimulai pada masa pemerintahan khalifah Umar bin al-Khattab (634-644 M), atas usul Ali bin Abi Thalib.
Sejarah Penetapan Tahun Hijriyah
Ada beberapa pendapat yang mengatakan sejak terjadinya Perang Riddah, banyak tokoh yang mengklaim jadi nabi dan banyak sahabat yang gugur dalam masa pemerintahan khalifah Abu Bakar al-Shiddieq (632-634 M). Terlebih umat Islam belum memiliki sistem untuk mengetahui jumlah hari dalam sebulan. Karena selama ini, umat Islam masih menggunakan sistem penanggslan tahun masehi. Untuk itu, para sahabat mengusulkan agar dibuat kebijakan untuk menentukan Tahun Baru, yang membedakan antara umat Islam dengan umat Nasrani.
Ada sahabat Nabi yang mengusulkan agar penentuan Tahun Baru Hijriyah dimulai sejak kelahiran Rasulullah SAW. Ada juga yang berpendapat dibuat berdasarkan data kemenangan dalam perang Badar. Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan agar Tahun Baru umat Islam dibuat berdasarkan keberangkatan dan kedatangan mereka di Madinah atau sejak umat Islam berhijrah ke Madinah.
Usul dan pendapat Ali bin Abi Thalib inilah yang dapat diterima oleh khalifah Umar bin al-Khattab. Alasannya lebih rasional dan memiliki nilai historis sangat kuat dibandingkan dengan usul pertama dan kedua. Namun, untuk memulai awal bulan mereka masih berdebat. Kemudian Utsman bin Affan mengusulkan, awal bulan hijriyah dimulai dari Muharram, karena bulan ini dianggap salah satu bulan suci dalam tradisi masyarakat Arab. Selain itu, Muharam juga adalah akhir dari perjalanan ibadah haji. Usul ini disepakati khalifah dan umat Islam secara keseluruhan. Karena itu kemudian tahun baru Islam disebut Tahun Baru Hijriyah, yang diawali dengan kehadiran bulan Muharam.
Dan sejak saat itu hingga kini, dunia dan umat Islam memiliki penanggalan tersendiri, berbeda dengan kalender Masehi (Syamsiyah) atau Solar system.
Jika kalender Masehi terdiri dari tanggal 1-31, maka kalender Qamariyah memiliki tanggal 1-30 per bulan. Penanggalan Qamariyah ini lebih ajeg dan tidak berubah setiap bulan dibandingkan Masehi, karena tidak selalu memiliki tanggal tetap. Ada yang memiliki tanggal 28, dan ada yang mempunyai tanggal 31. Karena itu, dalam penentuan hari-hari besar Islam, seperti awal dan akhir puasa, pelaksanaan ibadah haji dan wuquf di Arafah, umat Islam lebih yakin menggunakan sistem Qamariyah.
Tahun Baru Islam di Betawi : Tradisi Muhasabah, Berdoa, dan Berdzikir
Pergantian waktu dalam penyambutan Tahun Baru Islam terjadi memasuki waktu salat maghrib, persis saat azan berkumandang.
Biasanya umat Islam, termasuk umat Islam di Betawi, melakukan muhasabah, berdoa, dan berdzikir untuk melakukan introspeksi diri dan evaluasi atas perbuatan yang mereka lakukan selama setahun yang lalu, dan berdo’a terbaik untuk penghidupan di tahun mendatang.
Umat Islam seluruh dunia, termasuk di Betawi, berkumpul di tempat-tempat ibadah, melakukan zikir dan mendengarkan tawshiyah dari para ulama hingga menjelang salat Isya. Usai salat Isya, masyarakat muslim melakukan pawai obor yang diikuti oleh anak-anak, tidak ketinggalan juga orang dewasa dan orang tua lainnya. Mereka berkeliling kampung mengajak umat Islam lain bergabung merayakan Tahun Baru Islam. Tidak ada kemeriahan, tidak ada kemewahan dan pesta pora. Umat Islam menyambut kedatangannya dengan suka cita, meski tidak semeriah pergantian tahun baru Masehi.
Muharam: Tradisi Lebaran Yatim di Betawi
Di Betawi, banyak tradisi positif masyarakat Betawi dalam memeriahkan Tahun Baru Hijriyah dan Muharam, yakni tradisi menyayangi dan menyantuni anak yatim-piatu.
Selain pelaksanaan santunan yatim piatu dilakukan oleh lembaga atau yayasan, banyak orang tajir di Betawi yang dengan ikhlas dan sukrela menginfakan sebagian hartanya untuk dibagikan pada anak-anak yatim piatu dan fakir miskin. Mereka mengundang dan mengumpulkan anak-anak yatim piatu untuk datang ke rumahnya.
Undangan tersebut direspons, tentu saja, dengan sangat baik oleh mereka dan orang tua masing-masing. Ada yang datang sendiri dan ada pula yang datang berombongan dengan keluarga dan saudara. Mereka datang dengan penuh ceria dengan harapan mereka akan mendapatkan sesuatu berupa uang, makan, dan sebagainya.
Setibanya di rumah orang Betawi tajir tersebut, mereka diarahkan oleh orang-orang tuan rumah untuk menuju ke suatu tempat atau ruangan, dan biasanya ke meja makan. Tuan rumah, memang sudah menyiapkan kuliner khas Betawi dan khas nusantara lainnya, untuk disantap bersama.
Usai menyantap kuliner, mereka diminta untuk duduk bersila di tengah ruang rumah. Kemudian membaca surat Yasin, berzikir dan berdo’a bersama untuk keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, kesuksesan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat, khususnya untuk tuan rumah dan keluarga besarnya. Kemudian mereka diminta jangan pulang terlebih dahulu, sebelum mendengarkan ceramah atau tawshiyah dari ulama yang sengaja diundang tuan rumah.
Setelah sang ulama selesai bertawshiyah dan ditutup dengan do’a, orang Betawi tajir tersebut meminta anak-anak yatim dan fakir miskin tersebut untuk berbaris dan memberikan santunan berupa uang.
Para anak yatim dan fakir miskin senang dan riang gembira. Sambil menyium tangan tuan rumah dan orang yang hadir di situ, mereka keluar sambil menuju rumah atau tempat tinggal mereka masing-masing.
Lembaga atau yayasan yatim piatu atau tempat ibadah, seperti masjid dan musala, juga mengadakan penyambutan tahun baru hijriyah dengan mengundang anak yatim piatu dan fakir miskin. Mereka melaksanakan kegiatan dengan mengumpulkan atau mencari dana kegiatan ke lembaga lain, baik pemerintah atau swasta, selain donatur tetap. Para yatim piatu dan fakir miskin diundang datang ke lembaga tersebut untuk berdo’a dan berdzikir serta bermuhasabah, kemudian setelah salat Isya, mereka berkeliling kampung membawa obor beramai ramai. Mengajak umat Islam untuk menyambut kehadiran tahun baru Hijriyah.
Jadi, kalau di wilayah Betawi yang masyarakatnya sangat religius, mereka bisa memaknai kehadiran tahun baru hijriyah dengan cara berbeda. Selain berzikir dan berdoa, mereka juga melaksanakan kegiatan sosial berupa santunan pada yatim piatu dan fakir miskin.
Seperti yang diajarkan Rasulullah untuk menyayangi dan menyantuni yatim piatu dengan berbagi sedikit rizki yang merrka punyai. Karena itu, bulan Muharam di dalam tradisi komunitas masyarakat Betawi juga dikenal sebagai Lebaran Anak Yatim.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
789alo: alo789 – alo 789 dang nh?p