Membangun Generasi Emas Indonesia dengan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar

Ilustrasi Sekolah tatap muda

Penulis: Romi Siswanto, Dosen Universitas Terbuka

GETPOST.ID, Jakarta – Di Indonesia, ada peningkatan kekhawatiran tentang perilaku generasi muda yang tampak mengabaikan prinsip-prinsip budaya dan moral penting, seperti yang terlihat dari perilaku sehari-hari di ruang publik dan sekolah. Anak-anak sering kali mengabaikan prinsip-prinsip dasar, seperti sopan santun, disiplin, dan tanggung jawab lingkungan.

Read More

Perilaku tidak menghormati antrean, membuang sampah sembarangan, tidak menggunakan kata-kata sopan saat berbicara dengan orang lebih tua, atau tidak memberikan tempat duduk kepada orang tua di transportasi umum adalah beberapa contoh perilaku yang tidak dilakukan oleh anak-anak saat ini.

Pengaruh media dan teknologi adalah salah satu sumber dari tren ini, karena adanya akses tanpa batas ke norma sosial dan perilaku yang tidak sesuai. Ini mengaburkan pemahaman mereka tentang perilaku yang diharapkan dalam masyarakat. Selain itu, anak-anak sering kali tidak menunjukkan contoh perilaku baik di rumah atau di tempat lain, terutama jika orang tua atau wali mereka sibuk bekerja dan tidak memiliki waktu untuk mengawasi atau mendidik mereka tentang prinsip-prinsip moral dan sosial.

Kurikulum pendidikan dasar saat ini lebih fokus pada prestasi akademik daripada pembelajaran sosial dan emosional. Akibatnya, anak-anak tidak memiliki kesempatan  tepat untuk mempelajari dan menginternalisasi nilai-nilai penting. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus segera dimasukkan ke dalam sistem pendidikan dasar Indonesia.

Metode Penyelesaian

Ada kebutuhan mendesak untuk mengubah kurikulum pendidikan dasar di Indonesia agar lebih mengintegrasikan kompetensi afektif. Sebab pentingnya membangun karakter sejak usia dini. Sekolah dapat memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dengan memprioritaskan pendidikan nilai dan etika. Pendidikan harus didasarkan pada kompetensi afektif, yang merujuk pada pengembangan emosi, sikap, dan nilai penting seperti empati, kejujuran, dan rasa hormat terhadap orang lain dan lingkungan.

Harapannya, penguatan elemen ini sejak usia dini akan membentuk dasar untuk perilaku positif yang bertahan seumur hidup. Beberapa kegiatan dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran kurikulum yang berfokus pada karakter. Misalnya, pelajaran etika dan moral dapat mencakup kisah dan kegiatan yang mengajarkan pentingnya berperilaku baik, seperti menghormati orang tua dan guru, serta menanamkan nilai toleransi dan kerja sama.

Selain itu, rutinitas sehari-hari dapat mencakup kegiatan berkaitan dengan lingkungan, seperti membersihkan lingkungan dan mengajarkan orang tentang daur ulang. Para siswa juga diajarkan tentang penting berbagi, bergantian, dan bersikap sopan dalam berbagai situasi. Semua ini dilakukan dengan tujuan membangun komunitas sekolah yang damai dan responsif. Metode ini memungkinkan pendidikan dasar di Indonesia untuk menghasilkan siswa yang tidak hanya cerdas secara akademik tetapi juga individu yang bertanggung jawab dan peka terhadap kebutuhan sosial dan lingkungan mereka.

 

Contoh Jepang dan Finlandia

Pendidikan karakter dimasukkan ke dalam sistem pendidikan Finlandia dan Jepang. Mulai dari tingkat dasar hingga menengah. Berikut ini rincian tentang pendidikan karakter diterapkan pada tingkat pendidikan berbeda di kedua negara tersebut:

Finlandia, pendidikan karakter dimulai saat anak-anak memasuki pendidikan prasekolah, biasanya usia enam tahun. Kurikulum difokuskan pada pengembangan kesejahteraan emosional dan sosial. Namun, ketika anak-anak beranjak ke pendidikan dasar, dimulai pada usia tujuh tahun, pendidikan karakter tetap menjadi bagian penting dari kurikulum.

Di Finlandia, pelajaran formal dan kegiatan ekstrakurikuler mendukung pembelajaran sosial dan emosional. Ini berlanjut di sekolah dasar dan menengah, dengan penekanan yang semakin meningkat pada pengembangan pribadi siswa dan keterampilan hidup penting.

Jepang, pendidikan karakter di Jepang dimulai sejak pendidikan dasar, juga pada usia enam tahun. Siswa diajarkan untuk menghormati orang lain, menjaga kebersihan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang mendukung kehidupan komunal, seperti “soji”. Di setiap jenjang pendidikan, prinsip-prinsip ini diperkuat.

Di sekolah menengah misalnya, pendidikan karakter dan moral menjadi lebih sistematis, dengan pelajaran berfokus pada tanggung jawab sosial, etika, dan kewarganegaraan. Dalam kurikulum nasional Jepang, pendidikan moral, yang disebut “Dotoku”, tetap menjadi mata pelajaran sangat penting.

Pendidikan karakter diterapkan di kedua negara ini melalui interaksi sehari-hari dan kurikulum formal. Ini membuat pembelajaran ini menjadi bagian integral dari pendidikan siswa sejak awal perjalanan akademis mereka.

Kesimpulan

Praktik pendidikan karakter di Finlandia dan Jepang menunjukkan betapa pentingnya memasukkan nilai-nilai sosial dan moral ke dalam sistem pendidikan sejak dini. Kedua negara tersebut berhasil menanamkan sikap positif dan tanggung jawab sosial yang dimulai dari pendidikan karakter dari tingkat pendidikan dasar; ini membentuk karakter yang kuat dan berkelanjutan.

Metode yang sistematis dan mendalam ini tidak hanya menghasilkan siswa yang berprestasi tinggi secara akademik, tetapi juga menjadi warga negara yang empatik, bertanggung jawab, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi. Praktik ini memberikan pelajaran berharga bagi negara lain, termasuk Indonesia, tentang betapa pentingnya pendidikan karakter untuk membentuk fondasi generasi muda yang mampu menghadapi tantangan dunia dengan integritas dan kecakapan interpersonal yang luar biasa.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *