GETPOST.ID, JAKARTA- Kasus kanker payudara terus meningkat di Indonesia dengan kejadian pada 2020 sebanyak 65.858 kasus baru dan 22.430 meninggal dunia akibat kanker payudara, demikian dinyatakan data GLOBOCAN 2020.
Dengan terus meningkatnya kasus kanker payudara di Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia pada 10 Juli 2021 mengadakan webinar awam untuk menyosialisasikan Ragam Terapi Kanker Payudara dan sekaligus langkah-langkah pencegahan dan mengatasi kanker payudara sejak awal, dihadiri YKI Cabang seluruh Indonesia, penyintas dan pemerhati kanker payudara.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, “Kami sangat senang dengan adanya peningkatan kepedulian masyarakat untuk mengetahui ragam terapi kanker payudara, namun penting bagi masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker payudara, sebab 70 persen pasien ditemukan pada stadium lanjut, padahal jika ditemukan pada stadium awal, kesempatan penyembuhan menjadi jauh lebih besar.”
Hadir sebagai pembicara dengan topik “Pemilihan Terapi Bedah dalam Penanganan Kanker”, Dr. dr. Sonar Panigoro, SpB-Onk mengingatkan bahwa faktor risiko terpapar kanker payudara adalah wanita diatas usia 40 tahun, terdapat riwayat keluarga atau riwayat kanker sebelumnya, adanya faktor genetik berupa mutasi gen BRCA 1 / BRCA 2, riwayat menstruasi dini sebelum usia 12 tahun dan menopause lambat setelah usia 55 tahun, riwayat reproduksi yaitu tidak memiliki anak dan tidak menyusui, faktor hormonal, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada, serta faktor lingkungan.
“Adapun gejala kanker payudara yang perlu dicermati adalah keluar cairan atau darah dari puting, pembengkakan seluruh / sebagain payudara, nyeri pada payudara, iritasi atau kerutan seperti kulit jeruk pada kulit payudara, teraba benjolan di payudara, teraba benjolan atau bengkak pada ketiak. Tapi lebih baik tidak menunggu ada gejala agar dapat ditemukan stadium yang dini,” jelas Dr. Sonar Panigoro.
Penanganan kanker payudara melalui beberapa cara, bergantung pada jenis kanker payudara yang dialami dan stadiumnya. “Pasien kanker payudara biasanya menjalani lebih dari satu jenis penanganan, mulai dari biopsi dimana jaringan kanker diambil untuk dipastikan kanker atau bukan; tindakan Mastektomi yaitu pengangkatan seluruh jaringan payudara, atau tindakan Breast Conserving Surgery (BCS) yang merupakan operasi pengangkatan kanker pada sebagian payudara dengan teknik eksisi luas atau lumpektomi” ujar Dr. Sonar Panigoro.
“Selain itu, untuk kelenjar getah bening yang terdampak dapat dilakukan Sentinal Lymph Node Biopsy (SLNB) untuk menemukan dan mengangkat KGB pertama dimana tumor mungkin menyebar; atau dengan Axillary lumph node dissection (ALND) yaitu pengangkatan kelenjar getah bening sekitar 20 buah, di daerah ketiak atau aksila, dan dilakukan bersamaan dengan BCS atau mastektomi,” jelas Dr. Sonar Panigoro.
Dr. Sonar Panigoro lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk memperbaiki kecacatan yang timbul akibat operasi payudara, dapat dilakukan bedah rekonstruksi ,diantaranya dengan menggunakan implan atau menggunakan jaringan tubuh lain (flap procedure). Selain untuk membentuk payudara kembali dapat juga dilakukan rekonstruksi puting dan areola. Juga ada tehnik rekonstruksi untuk limfedema.
“Setelah operasi dapat diberikan terapi ajuvan bila ada indikasi yaitu kemoterapi, terapi hormonal dan atau terapi radiasi untuk mencegah kekambuhan. Ada terapi Neoadjuvant yaitu terapi sistemik untuk mengecilkan tumor sebelum dilakukan bedah,” ungkap Dr. Sonar Panigoro.
Sementara itu, dalam materi “Pemilihan Terapi Sistemik dalam Penanganan Kanker Payudara”, Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM menjelaskan tentang Terapi Sistemik yang mencakup kemoterapi, terapi hormonal dan terapi target.
· Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk merusak sel-sel kanker, untuk membasmi sel kanker yang masih ada dan mengurangi kejadian ulang. Dalam kanker payudara metastatis, kemoterapi diberikan untuk memperkecil atau memperlambat tumbuhnya tumor.
· Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara jenis HR+, dengan menghambat reseptor estrogen atau progesteron pada sel kanker payudara; atau mengurangi jumlah reseptor; atau menghambat indung telur memproduksi hormon; atau menghambat enzim aromatase guna menurunkan kadar estrogen pada tubuh.
· Pilihan terapi hormonal untuk perawatan kanker payudara dan jangka waktunya tergantung pada kondisi seperti, apakah seseorang sudah mencapai menopause, tingkat stadium, kondisi kesehatan lainnya.
· Terapi target berfokus pada sel-sel kanker yang dituju, untuk mematikan sel atau menghentikan sel. Terapi target merubah protein dari sel kanker sehingga mematikannya, dan mencegah pembeuluh darah baru memberi makan kepada sel kanker; menstimulir sistem imun untuk menyerang sel kanker
· Obat-obatan pendukung merupakan obat-obatan yang diberikan untuk mengatasi efek samping dari perawatan kanker.
Meski terdapat ragam terapi kanker payudara, Prof. Aru Sudoyo mengingatkan tentang pentingnya pencegahan kanker daripada pengobatan dengan:
· Deteksi dini kanker
· Melakukan olah raga secara rutin
· Menjaga berat badan ideal dengan makan secara tidak berlebihan guna mencegah obesitas dan timbunan lemak yang dapat memicu kanker.
· Tidak merokok
· Makan makanan sehat yang terdiri dari sayur, buah-buahan
· Tidak makan makanan yang mengandung karsinogen seperti pengawet, zat pewarna, daging yang diproses.
Rayhani
1 comment