GETPOST.ID, Jakarta- Penyakit autoimun merupakan suatu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang tubuh sendiri. Ada ratusan jenis penyakit autoimun, salah satu yang sering diperbincangkan adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) atau Radang Usus. IBD merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kelainan yang berhubungan dengan peradangan pada saluran pencernaan atau gastrointestinal.
Untuk mengajak masyarakat mewaspadai penyakit autoimun IBD, Marisza Cardoba Foundation (MCF) bersama Darya Varia Laboratoria mengelar webinar umum pada Hari Sabtu 27 Maret 2021 pukul 10.00 – 12.00 WIB melalui media Zoom dengan tema “Pola Hidup Sehat Penyintas IBD: Fokus di Era Covid 19”.
Dewan Pembina MCF, dr.Prasna Pramita Sp.PD,K-AI,FINASIM,MARS, yang juga narasumber medis pada kegiatan webinar edukasi autoimun tersebut mengatakan bahwa IBD terdiri dari dua jenis penyakit yaitu Penyakit Crohn (PC) dan Kolitis Ulseratif (KU). KU adalah peradangan kronis pada lapisan terdalam usus besar atau kolon, sedangkan PC yang juga dikenal sebagai Crohn’s Disease, merupakan peradangan yang terjadi di seluruh sistem pencernaan, mulai dari mulut hingga ke dubur.
“Selain di usus, peradangan juga dapat timbul di luar sistem pencernaan, seperti di mata, kulit, atau sendi (atritis). Khusus pada penderita PC , sariawan atau luka bahkan dapat muncul di area kelamin,” jelas dr. Prasna Pramita. Menurut dokter cantik yang juga aktif membina belasan ribu orang dengan autoimun (ODAI) di MCF ini, penyebab pasti terjadinya peradangan gastrointestinal tersebut belum diketahui, namun diduga terkait dengan gangguan sistem kekebalan tubuh.
Lebih lanjut Prasna Pramita menjelaskan bahwa PC lebih banyak dialami wanita, sedangkan KU lebih banyak diderita pria. Radang usus dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering ditemukan pada usia 15-30 tahun. Selain penyintas autoimun, seseorang dapat lebih berisiko mengalami radang usus dikarenakan beberapa hal yaitu merokok, memiliki riwayat infeksi, sering mengonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) , tinggal di dekat kawasan industri, berusia di bawah 35 tahun, dan memiliki faktor genetik atau keturunan.
Duta Autoimun MCF, Nadia Karina Wijaya, mengisahkan kondisi yang dialaminya ketika terdiagnosa PC, “ Pada Juli 2018 adalah saat dimana saya merasa berada di titik terendah kehidupan dengan gejala BAB berdarah atau hematochezia, yang tentu saja mempengaruhi aktivitas”. Namun ia berhasil membangkitkan semangat juangnya dan meraih prestasi dengan terpilih sebagai Puteri Indonesia Bali 2019. “Saya tidak ingin dibatasi oleh penyakit ini,” kenang Nadia di sela-sela kegiatannya sebagai Senior Consultant di sebuah firma audit empat besar di dunia yang berpusat di London, Britania Raya.
“Waspadai ciri-ciri lainnya dari IBD seperti mual dan demam, nyeri perut atau kram perut, perut kembung, diare, selera makan berkurang, berat badan turun, tinja bercampur dengan lendir, kelelahan, peningkatan frekuensi buang air besar, serta penurunan berat badan,” ujar Nadia.
Ada serangkaian langkah untuk menegakkan diagnosa IBD, mulai dari pemeriksaan tinja hingga menggunakan alat khusus yang dilengkapi kamera untuk melihat lapisan rongga usus. “Pengobatan diberikan dengan target remisi yakni gejala yang muncul mereda dan kekambuhan dapat dicegah. Karena seperti penyakit autoimun lainnya IBD tidak bisa benar-benar disembuhkan,” lanjut dr.Prasna.
“Namun pada kasus dengan gejala berat yang tidak kunjung membaik, dibutuhkan tindakan operasi sesuai dengan jenis radang yang dialami pasien, seperti proktokolektomi yaitu pengangkatan seluruh usus besar pada kasus KU berat, atau pengangkatan sebagian saluran pencernaan yang rusak pada kasus PC,” jelas dr. Prasna.
Alia F